mengevaluasi penjajahan pemerintah hindia belanda

Pada15 Mei 1817 aksi perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda dimulai. mulanya mereka merampas perahu-perahu pos yang berada di Pelabuhan Porto. Setelah itu, mreka mulai menyerang benteng. Banyak serdadu Belanda yang ditangkap dan dibunuh, termasuk Residen Porto, van den Berg. Saat itu juga benteng Duurstede jatuh ke tangna rakyat Maluku. MengevaluasiPenjajahan Pemerintah Hindia Belanda Coba cermati gambar di bawah ini. 1. Tentu kalian banyak yang tahu, kira-kira gambar apa saja? 2. Apa kaitannya dengan pembahasan tentang kolonialisme dan imperialisme? Tentu kalian sudah akrab dengan gambar-gambar di atas. Gambar itu adalah gambar tanaman kopi, tembakau, dan tebu. HindiaBelanda. Tahun 1816 Raffles mengakhiri pemerintahannya di Hindia. Pemerintah Inggris sebenarnya telah menunjuk John Fendall untuk menggantikan Raffles. Tetapi pada tahun 1814 sudah diadakan Konvensi London. Salah satu isi Konvensi London adalah Inggris harus mengembalikan tanah jajahan di Hindia kepada Belanda. 3mengevaluasi penjajahan pemerintah hindia belanda 1. 1. Pemerintahan Herman Williem Daendels Pemerintahan Herman Williem Daendels berlangsung dari tahun 1808 sampai tahun 1811 Memperkuat pertahanan dan juga memperbaiki administrasi pemerintahan, serta kehidupan sosial ekonomi di Nusantara khususnya di tanah Jawa Daendels adalah kaum patriot dan liberal dari Belanda yang sangat dipengaruhi KATAPENGATAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Mengevaluasi Penjajahan India Dan Belanda. Site De Rencontre Gratuit Dans Le 14. Soal dan Jawaban materi Penjajahan Pemerintah Belanda - Sejarah Indonesia XI SMA/SMK Berikut adalah soal mata pelajaran Sejarah Indonesia XI SMA/SMK materi Penjajahan Pemerintah Belanda lengkap dengan kunci EssayMengapa pemerintahan Komisaris Jenderal mengambil kebijakan “Jalan tengah” dalam memerintah di Hindia Belanda?Tunjukkan bukti-bukti tindakan Raffles di Indonesia yang tidak sesuai dengan pandangannya sebagai seorang liberal, bandingkan dengan Daendels!Mengapa pemerintahan Hinda Belanda melaksanakan Tanam Paksa?Mengapa pelaksanaan Tanam Paksa menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat di negeri Belanda?Jelaskan persamaan dan perbedaan pelaksanaan Tanam Paksa dan pelaksanaan usaha swasta di Hindia Belanda!Jelaskan proses masuknya agama Katolik dan Kristen di Indonesia!Kunci Jawaban1. Pemerintahan Komisaris Jenderal mengambil kebijakan “Jalan tengah” dalam memerintah di Hindia Belanda karena pemerintah komisaris Jenderal memiliki kewajiban untuk membentuk sebuah kedamaian di daerah Hindia Belanda, oleh karena itu mereka mengambil jalan tengah agar posisi administrasi yang lain tidak Bukti-bukti tindakan Raffles di Indonesia yang tidak sesuai dengan pandangannya sebagai seorang liberal yaitu Raffles tetap melakukan kerja paksa dan sewa tanah kepada rakyat Daendels lebih bisa di ajak kerja sama,contohnya saat Malaka di jajah oleh Daendels ia hanya mengambil sedikit untung untuk di jual di Negaranya dan hanya melaksanakan sistem sewa tanah yang lebih Pemerintahan Hindia Belanda melaksanakan Tanam Paksa adalah untuk menambah cadangan kas uang Hindia belanda yang habis terkuras akibat perang Diponegoro dan perang Padri serta diberbagai Pelaksanaan Tanam Paksa menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat di negeri Belanda karena bangsa belanda memaksa rakyat Indonesia untuk menanam paksa rakyat dengan upah yang sedikit dan yang menimbulkan kemarahan rakyat serta pemberontak bangsa terhadap Persamaan dan perbedaan pelaksanaan Tanam Paksa dan pelaksanaan usaha swasta di Hindia Belanda adalah sebagai berikutPersamaanMenghasilkan devisaUsaha yang dilakukan adalah tanaman secara di bawah pengawasan paksa adalah pengumpulan dana untuk mengisi kekosongan kas, sedangkan usaha swasta hanya sebatas mengumpulkan dana paksa di lakukan secara paksa kepada pribumi, sedangkan usaha swasta suka rela karena bersifat paksa dikerjakan pribumi, sedangkan usaha swasta oleh masyarakat Belanda dan lain-lain dalam kebijakan rasial Belanda. Tanam paksa di kerjakan individu, sedangkan usaha swasta oleh perusahaan rasial Proses masuknya agama Katolik dan Kristen di Indonesia yaitu dibawa oleh bangsa barat saat mereka hendak membeli rempah-rempah di Indonesia, selain bangsa barat tersebut untuk membeli rempah-rempah tapi mereka juga menyebarkan agama Katolik dan Kristen di Indonesia. BAB II PEMBAHASAN Tokoh Daendels dan Pandangan – Pandangan A. Tokoh Seoranng Daendels Herman Willem Daendels lahir di Hattem,Gelderland, Republik Belanda, 21 Oktober 1762 – meninggal di Elmina, Belanda Pantai Emas, 2 Mei 1818 pada umur 55 tahun, adalah seorang politikus Belanda yang merupakan Gubernur – Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Ia memerintah antara tahun 1808 – 1811. Masa itu Belanda sedang dikuasai oleh Perancis. Pada tahun 1780 dan 1787 ia ikut para kumpulan pemberontak di Belanda dan kemudian melarikan diri ke Perancis. Di sana ia menyaksikan dari dekat Revolusi Perancis dan lalu menggabungkan diri dengan pasukan Batavia yang republikan. Akhirnya ia mencapai pangkat Jenderal dan pada tahun 1795 ia masuk Belanda dan masuk tentara Republik Batavia dengan pangkat Letnan-Jenderal. Pada tahun 1806 ia dipanggil oleh Raja Belanda, Raja Louis untuk berbakti kembali di tentara Belanda. Ia ditugasi untuk mempertahankanprovinsi Friesland dan Groningen dari serangan Prusia. Lalu setelah sukses, pada tanggal 28 Januari 1807 atas saran Kaisar Napoleon Bonaparte, ia dikirim ke Hindia Belanda sebagai Gubernur-Jenderal. Terhadap raja-raja di Jawa, ia bertindak keras, tetapi kurang strategis sehingga mereka menyimpan dendam kepadanya. Di mata Daendels, semua raja pribumi harus mengakui raja Belanda sebagai junjungannya dan minta perlindungan kepadanya. Bertolak dari konsep ini, Daendels mengubah jabatan pejabat Belanda di kraton Solo dan kraton Yogya dari residen menjadi minister. Minister tidak lagi bertindak sebagai pejabat Belanda melainkan sebagai wakil raja Belanda dan juga wakilnya di kraton Jawa. Oleh karena itu Daendels membuat peraturan tentang perlakuan raja-raja Jawa kepada para Minister di kratonnya. Para bupati diperintahkan menyediakan tenaga kerja dengan konsekuensi para pekerja ini dibebaskan dari kewajiban kerja bagi para bupati tetapi mencurahkan tenaganya untuk membangun jalan. Sementara itu para bupati harus menyediakan kebutuhan pangan bagi mereka. Semua proyek ini akan diawasi oleh para prefect yang merupakan kepala daerah pengganti residen VOC. Dari hasil kesepakatan itu, proyek pembangunan jalan diteruskan dari Karangsambung ke Cirebon. Pada bulan Agustus 1808 jalan telah sampai di Pekalongan. Sekembali Daendels di Eropa, Daendels kembali bertugas di tentara Perancis. Dia juga ikut tentara Napoleon berperang keRusia. Setelah Napoleon dikalahkan di Waterloo dan Belanda merdeka kembali, Daendels menawarkan dirinya kepada RajaWillem I, tetapi Raja Belanda ini tidak terlalu suka terhadap mantan Patriot dan tokoh revolusioner ini. Tetapi biar bagaimanapun juga, pada tahun 1815 ia ditawari pekerjaan menjadi Gubernur-Jenderal di Ghana. Ia meninggal dunia di sana akibat malaria pada tanggal 8 Mei 1818 B. Pandangan Terhadap Daendels Daendels adalah kaum patriot dan liberal yangbsangat dipengaruhi oleh ajaran Revolusi Perancis. Daendels ingin menanamkan jiwa kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan di lingkungan masyarakat Hindia. Ia ingin memberantas praktik – praktik feodalisme agar masyarakat lebih produktif untuk kepentingan negeri induk. Juga mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan membatasi hak – hak bupati atas tanah dan tenaga rakyat. Dampak pemerintahan Daendels bagi kehidupan ekonomi dan social kemasyarakatan di Indonesia. Daendles membuat beberapa kebijakan, di antaranya Membuat Grote Postweg Jalan Raya Pos dari Anyer Banten sampai Panarukan Jawa Timur; jalan ini didirikan agar di setiap kota/kabupaten yang dilaluinya terdapat kantor-kantor pos; dengan adanya pos-pos ini maka penyampaian berita akan lebih cepat sehingga berita apa pun akan lebih cepat diterima. Mendirikan benteng-benteng pertahanan sebagai antisipasi terhadap serangan dari tentara Inggris yang juga ingin menguasai Jawa. Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon. Menambah jumlah pasukan dari orang menjadi 18000 orang, yang sebagian besar orang-orang Indonesia dari Maluku, Jawa. Mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya. Selain itu, Daendels juga mengubah sistem pemerintahan tradisional dengan sistem pemerintahan Eropa. Pulau Jawa di bagi menjadi sembilan prefektur keresidenan, yang dikepalai oleh seorang residen yang membawahkan beberapa bupati kabupaten. Para bupati ini diberi gaji tetap dan tidak diperkenanan meminta upeti kepada rakyat. Dampaknya kewibawaan para bupati dihadapan rakyatnya menjadi merosot, karena bupati adalah pegawai pemerintah yang harus tunduk kepada keinginan pemerintah. Rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang sangat hebat. Selain dituntut untuk membayar pajak-pajak pemerintah, mereka juga diharuskan terlibat dalam kerja paksa rodi pelaksanaan pembangunan Jalan Raya Pos. Untuk menutupi biaya pembangunan, tanah-tanah rakyat dijual kepada orang-orang partikelir Belanda dan Tionghoa. Penjualan tanah juga termasuk penduduk yang mendiami wilayah tersebut, sehingga penderitaan rakyat kecil semakin bertambah akibat dari tindakan sewenang – wenang para pemilik tanah. Ribuan rakyat Indonesia meninggal dalam pembuatan Jalan Raya Pos dikarenakan kerja yang sangat berat sedangkan mereka tidak dibayar dan diberi makan dengan layak. Penyebab digantikannya Daendels dengan Janssen dan apa yang dilakukan Janssen pada masa pemerintahannya Pada bulan Mei 1811 kedudukan Daendels digantikan oleh Willem Janssens. Janssens tidak lama memerintah di Indonesia, karena pada tanggal 18 September 1811 Janssens menyerah kepada Inggris di dekat Salatiga, setelah gagal dalam menahan serangan Inggris di Semarang bersama dengan Legiun Mangkunegara, pecahan Mataram. Pada saat Jansens memerintah,kedudukan Inggris di Indonesia makinkuat dan makin dekat untuk menguasaipulau Jawa. Pada tahun 1811 Jansensmenyerah kepada Inggris di daerahTuntang, Salatiga Jawa Tengah. Pada tahun 1811 Belanda, Prancis menyerah kalah kepada Inggris di daerah Tuntang, daerah sekitar Salatiga Jawa Tengah. Pemerintah kolonial Belanda terpaksa menandatangani perjanjian yang disebut Kapitulasi Tuntang tahun 1811, yang berisi Seluruh kekuatan militer Belanda yang berada wilayah asia tenggara harus diserahkan kepada Inggris Utang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris Pulau Jawa, Madura dan semua pangkalan militer Belanda di luar Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris. Prinsip – Prinsip Raffles pada Masa Pemerintahannya Kebijaksanaan Raffles. Dalam bidang Politik pemerintahan v membagi Jawa menjadi 16 keresidenan v membuat sisitem pengadilan berdasarkan pengadilan Inggris v menghapus rodi dan perbudakan Dalam bidang pengetahuan Raffles sangat tertarik pada sejarah, seni, dan kebudayaan Jawa. Raffles menjadi salah satu peletak dasar pengetahuan di Indonesia. Penyelidikannya dikumpulkan dalam bukunya History of Java. Dalam bidang keuangan pemerintah Inggris untuk menambah keuangan pemerintah Inggris Rafflesmengadkan peraturan Landrente. Ia menjual tanah kepada swasta atau pribadi khususnya orang-orang Inggris. Ia juga memegang monopolo penjualan garam. Dalam bidang perekonomian Raffles menciptakan sistem ekonomi yang bebas tanpa ada unsur paksaan. Ia dipengaruhi oleh cit-cita revolusi Perancis dengan semboyannya, kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Kebijaksanaannya dalam bidang ekonomi adalah Rakyatdiberi kebebasan penuh untuk menentukan jenis tanaman apa yang hendak mereka tanam. Peranan Bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan mereka dijadikan gagian dari pemerintahan kolonial Inggris. Pemerintah kolonial adalah pemilik tanah maka para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. Petani diwajibkan membayar sewa tanah atau pajak atas pemakaian tanah. Seawa tanah inilah yang dijadikan dasar kebijaksanaan ekonomi pemerintahan Inggris di bawah Raffles. Untuk menilai pelaksanaan sistem sewa tanah ini ada tiga aspek penting yang dijalankanya itu penyelengaraan suatu sistem pemerintahan atas dasar pemerintahan modern barat. Kekuasaan raja-raja atau para Bupatidikurangi dan diganti oleh pegawai Eropa Pelaksanaan pemungutan sewa tanah Sistem ini gagal karena keterangan yang dapat dipercaya untuk penetapan pajak tidak ada. Promosi penanaman tanaman perdagangan untuk ekspor Hal ini gagal karena petani tidak berpengalaman dalam menjual hasil tanaman mereka di pasar bebas. Mereka sering ditipu oleh kepala desa. Usaha yang dilakukan untuk menjalankan kebijakannya Langkah-langkah Raffles pada bidang pemerintahan adalah Membagi Pulau Jawa menjadi 16 keresidenan sistem keresidenan ini berlangsung sampai tahun 1964 Mengubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial yang bercorak Barat Bupati-bupati atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya yang mereka peroleh secara turun-temurun Sistem juri ditetapkan dalam pengadilan Bidang ekonomi dan keuangan Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedang pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan. Penghapusan pajak hasil bumi contingenten dan system penyerahan wajib verplichte leverantie yang sudah diterapkan sejak zaman VOC. Menetapkan sistem sewa tanah landrent yang berdasarkan anggapan pemerintah kolonial. Pemungutan pajak secara perorangan. Bidang hokum Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Karena Daendels berorientasi pada warna kulit ras, Raffles lebih berorientasi pada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan penegak hukum pada masa Raffles sebagai berikut • Court of Justice, terdapat pada setiap residen Court of Request, terdapat pada setiap divisi Police of Magistrate Bidang social Penghapusan kerja rodi kerja paksa Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya ia melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Peniadaan pynbank disakiti, yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau. Bidang Ilmu Pengetahuan Ditulisnya buku berjudul History of Java di London pada tahun 1817 dan dibagi dua jilid Ditulisnya buku berjudul History of the East Indian Archipelago di Eidenburg pada tahun 1820 dan dibagi tiga jilid Raffles juga aktif mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan Ditemukannya bunga Rafflesia Arnold Dirintisnya Kebun Raya Bogor Memindahkan Prasasti Airlangga ke Calcutta, India sehingga diberi nama Prasasti Calcutta Dari kebijakan ini, salah satu pembaruan kecil yang diperkenalkannya di wilayah kolonial Belanda adalah mengubah system mengemudi dari sebelah kanan ke sebelah kiri, yang berlaku hingga saat ini. Pada tahun 1815 Raffles kembali ke Inggris setelah Jawa dikembalikan ke Belanda setelah Perang Napoleon selesai. Pada 1817 ia menulis dan menerbitkan buku History of Java, yang melukiskan sejarah pulau itu sejak zaman kuno. Sistem Landrent Kebijakan politik Raffles di Indonesia dijalankan berdasarkan asas-asas liberal yang menjunjung tinggi persamaan derajat dan kebebasan manusia. Dijiwai oleh nilai-nilai liberal, Raffles bermaksut mewujudkan kebebasan dan menegakkan hukum dalam pemerintahannya, yaitu berupa. Perwujudan kebebasan dilaksanakan berupa kebebasan menanam, kebebasan berdagang, dan produksi untuk ekspor. Penegakkan hukum diwujudkan berupa perlindungan hukum kepada rakyat agar bebas dari kesewenang-wenangan. Sesuai dengan kebijakan politiknya tersebut, Raffles menerapkan kebijakan ekonomi seperti yang dijalankan Inggris di India. Hal tersebut karena Indonesia memiliki banyak persamaan, yaitu sama-sama negara agraris. Kebijakan ekonomi yang diterapkan Inggris tersebut disebut dengan Landrent-system, atau sistem pajak tanah. Pokok-pokok Landrent System Segala bentuk penyerahan dan kerja paksa dihapuskan. Rakyat diberikan kebebasan untuk menanam segala jenis tanaman yang dianggap menguntungkan. Semua tanah manjadi milik pemerintah kolonial Inggris. Pemungutan sewa tanah dilakukan secara langsung, tidak lagi dengan perantara bupati. Sementara itu, tugas bupati terbatas hanya pada dinas-dinas umum. Penyewaan tanah dibeberapa daerah dilakukan berdasarkan kontrak dan batas waktu. Landrent System berlawanan dengan sistem feodal yang selamai ini berlaku di Indonesia. Selama ini, tanah dimiliki oleh para bangsawan . Para petani penggarap tanah diwajibkan menyerahkan sebagian hasil panen menurut takaran yang sudah ditentukan oleh pemilik tanah. Semakin meningkatnya hasil panen para petani, tidak akan berpengaru pada kesejahteraan petani karena takaran yang telah ditentukan hanya akan menguntungkan pemilik tanah. Alasannya, penyerahan hasil panen dilakukan lewat perantara para bupati. Mereka ini cenderung menarik penyerahan yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun untuk menyenagkan para bangsawan pemilik tanah. Ternyata Landrent System sangat sulit dilaksanakan di Indonesia. Raffles menghadapi banyak sekali tantangan dan hambatan dalam menerapkan kebijakan barunya tersebut. Tantangan terbesar berasal dari kaum bangsawan, karena pemberlakuan Landrent System ini akan sangat merugikan mereka. Berbagai kendala yang dihadapi, membuat Landrent System gagal diterapkan di Indonesia. Karena kas pemerintah kolonial Inggris di Indonesia harus tetap sehat, maka Raffles terpaksa menerapkan kebijakan seperti pemerintah Kolonial Belanda dahulu. Ia memberlakukan wajib kerja untuk menanam tanaman yang bisa memberikan keuntungan besar seperti kopi dan pohon jati. Ia juga terpaksa menerapkan berbagai macam pungutan yang yang pernah ia hapus. Akhirnya penderitaan rakyat Indonesia dibawah pemerintahan Raffles tak jauh beda dengan pemerintahan VOC dan Daendels dahulu. Pokok-pokok Sistem Pajak Tanah Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam sistem pajak tanah. Segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa dihapuskan. Semua tanah menjadi milik pemerintah kolonial. Penyewahan tanah di beberapa daerah dilakukan berdasarkan kontrak dan batas waktu. Keuntungan Sistem Pajak Tanah bagi Rakyat Rakyat bebas menanam tanaman yang menguntungkan sesuai dengan keterampilannya. Rakyat membayar sewa sesuai dengan aturan yang berlaku,tanpa rasa khawatir adanya punggutan liar. Rakyat akan tergerak untuk meningkatkan hasil pertanian karena akan meningkatkan tarif kehidupannya. Keuntungan Sistem Pajak Tanah bagi Pemerintah Kolonial Pemerintah memperoleh pemasukkan pendapatan secara tetap dan terjamin. Semakin besar hasil panen semakin besar pula sewa tanah yang diterima oleh pemerintahan kolonial. Kendala Sistem Pajak Tanah Sistem feodal telah berakar dan menjadi tradisi di Indonesia. Pegawai pemerintah yang cakap untuk mengendalikan pelaksanaan sistem pajak tanah terbatas jumlahnya. Rakyat Indonesia belum siap menerima sistem yang baru. Kepemilikan tanah berciri tradisionalwarisan adat. Akibatnya, pemerintah kolonial mengalami kesulitan dalam prosedur pengambilan tanah. Pemerintahan Komisaris Jenderal Pemerintahan Raffles di Indonesia hanya berlangsung selama 5 tahun. Pada tanggal 19 Agustus 1816, berlangsung penyerahan kekuasaan atas Indonesia dari Inggris kepada Indonesia Di Belanda sendiri, terjadi perdebatan mengenai kebijakan politik yang tepat untuk Indonesia, yaitu Kaum Liberalberkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberikan keuntungan kepada negeri induk apabila urusan ekonomi diserahkan kepada pihak swasta Kaum Konservatif berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberikan keuntungan kepada negeri induk apabila urusan ekonomi ditangani langsung oleh pemerintah. Sekitar tahun 1830-an, kebijakan politik pemerintah kolonial mulai bergeser ke arah konservatif. Penyebabnya adalah Kebijakan politik liberal banyak mengalami hambatan, karena tidak sesuai dengan sistem feodal yang berlaku di Indonesia. Pemerintah sulit berhubungan langsung dan bebas dengan rakyat, pemerintah harus melalui perantara para penguasa setempat. Hasil perdagangan dari sektor ekspor belum memuaskan karena kalah bersaing dengan Inggris. Terjadi pemisahan Belgia dari Belanda, akibatnya Belanda kehilangan daerah industrinya sehingga tidak mampu menyaingi Inggris dalam ekspor hasil industri ke Indonesia. Sistem Tanam Paksa Sistem ini dijalankan atas saran Van Den Bosch yang kemudian diangkat jadi gubernur jenderal di Indonesia. ~Akibat Tanam Paksa~ ›Dampak Tanam Paksa bagi Belanda Kas belanda yang semula kosong dapat dipenuhi Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja Belanda tidak mengalami kesulitan keuangan lagi dan mampu melunasi utang-utang Indonesia. Menjadikan Amsterdam sebagai pusat perdagangan hasil tanaman tropis. ›Dampak tanam paksa bagi Indonesia Menyebabkan tekanan fisik maupun mental yang berkepanjangan bagi rakyat Indonesia Jumlah penduduk di Pulau jawa menurun drastic dikarenakan banyaknya kelaparan dan kematian karena system tanam paksa ini Pertanian terutama hasil padi mengalami banyak kegagalan. ~Aturan-Aturan Tanam Paksa~ Penduduk desa yang punya tanah diminta menyediakan seperlima dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasaran dunia. Tanah yang disediakan bebas dari pajak. Hasil tanaman itu harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Apabila harganya melebihi pembayaran pajak maka kelebihannya akan dikembalikan kepada petani. Waktu untuk menanam tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi. Kegagalan panenan menjadi tanggung jawab pemerintah. Wajib tanam dapat diganti dengan penyerahan tenaga untuk dipekerjakan di pengangkutan, perkebunan, atau di pabrik-pabrik selama 66 hari. Penggarapan tanaman di bawah pengawasan langsung oleh kepalakepala pribumi, sedangkan pihak Belanda bertindak sebagai pengawas secara umum. ~Pelaksanaan Tanam Paksa~ Melihat aturan-aturannya, sistem tanam paksa tidak terlalu memberatkan, namun pelaksanaannya sangat menekan dan memberatkan rakyat. Adanya cultuur procent menyangkut upah yang diberikan kepada penguasa pribumi berdasarkan besar kecilnya setoran, ternyata cukup memberatkan beban rakyat. Untuk mempertinggi upah yang diterima, para penguasa pribumi berusaha memperbesar setoran ~Akhir Tanam Paksa~ Sistem tanam paksa yang mengakibatkan kemelaratan bagi bangsa Indonesia, khususnya Jawa, akhirnya menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, seperti berikut ini. O Golongan Pengusaha Golongan ini menghendaki kebebasan berusaha. Mereka menganggap bahwa tanam paksa tidak sesuai dengan ekonomi liberal. O Baron Van Hoevel Ia adalah seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia 1847. Dalam perjalanannya di Jawa, Madura dan Bali, ia melihat penderitaan rakyat Indonesia akibat tanam paksa. Setelah pulang ke Negeri Belanda dan terpilih sebagai anggota parlemen, ia semakin gigih berjuang dan menuntut agar tanam paksa dihapuskan. O Eduard Douwes Dekker Ia adalah seorang pejabat Belanda yang pernah menjadi Asisten Residen Lebak Banten. Dengan nama samaran Multatuli yang berarti “Aku Telah Banyak Menderita“, ditulisnya buku Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda 1859 yang menggambarkan penderitaan rakyat akibat tanam paksa. Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah Belanda secara berangsur-angsur menghapuskan sistem tanam paksa. Nila, teh, kayu manis dihapuskan pada tahun 1865 Tembakau tahun 1866 Tebu tahun 1884 Tanaman terakhir yang dihapus adalah kopi pada tahun 1917 karena paling banyak memberikan keuntungan. BAB III PENUTUP Kesimpulan VOC yang bermula sebagai kongsi dagang dating mencari keuntungan, kemudian berkembang menjadi kekuatan monopoli dan intervensi di bidang politik dan pemerintahan kerajanaan di Nusantara VOC dibubarkan karena adanya problem manajemen, tang, dan korupsi. Pemerintahan komisaris yang mengawali dominasi pemerintahan colonial Belanda mengambil kebijakan jalan tengah. Pelaksanaan Tanam Paksa oleh Van den Bosch telah menyebabkan penderitaan bagi rakyat Indonesia. System usaha swasta Belanda telah berhasil mengeruk keuntungan dari bumi Indonesia, sementara rakyat tetap menderita. Seiring dengan datangnya bangsa Barat juga telah berdampak pada perkembangan agama Kristen Katolik dan Krissten Protistan di Indonesia. Sumber Artikel ini diterbitkan untuk menyambut Hari Ulang Tahun ke-77 Republik Indonesia. Pada era kolonial, Indonesia – masih dikenal dengan sebutan Hindia Belanda – merupakan jajahan Eropa terbesar setelah India. Hindia Belanda menjadi primadona komoditas tropis seperti karet dan gula yang menjadi motor penggerak ekonomi global pada era tersebut. Mempelajari tingkat kesenjangan pendapatan di Hindia Belanda dapat membantu kita melihat bagaimana dampak sistem perkebunan dan perdagangan global – dalam konteks institusi kolonial – terhadap penghidupan masyarakat di negara jajahan. Hal ini dapat menjadi gambaran mengenai dampak negatif kurangnya kebebasan ekonomi terhadap pertumbuhan akibat tingginya angka kesenjangan. Penelitian saya berfokus pada sejauh apa derajat kesenjangan berbeda-beda di antara wilayah-wilayah Hindia Belanda pada awal abad ke-20 untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan, utamanya sistem perkebunan dan globalisasi. Tingkat kesenjangan pada masa Hindia Belanda Penelitian sebelumnya tentang Hindia Belanda menggarisbawahi bagaimana ledakan populasi di Jawa pada akhir abad ke-19 berujung pada menyebarnya angka kemiskinan, adanya tingkat kesenjangan yang tinggi antar etnis pribumi, Tionghoa, dan Eropa, hingga bagaimana 1% penduduk mengantongi belasan persen total pendapatan koloni pada dekade 1920-30an. Sementara, tren kesenjangan di antaranya dipengaruhi oleh terpaparnya petani kecil pada fluktuasi harga komoditas dan melambungnya sewa tanah akibat menjamurnya cash crop atau tanaman komersial untuk diperdagangkan di pasar global. Penelitian saya berpusat di tingkat karesidenan, yang jika dibandingkan dengan tata pemerintahan Indonesia saat ini setara dengan level provinsi. Saya menggunakan data pajak penghasilan pada dekade 1920-an, distribusi lahan, serta upah di berbagai karesidenan – dikombinasikan dengan sejumlah kajian mengenai kesejahteraan penduduk pribumi yang diterbitkan pada era tersebut. Untuk menganalisis, saya menggunakan empat tolok ukur kesenjangan yaitu rasio gini distribusi pengeluaran per kapita penduduk suatu daerah, indeks Theil ukuran “jarak” populasi terhadap kondisi ideal ketika semua orang memiliki pendapatan seragam, inequality extraction ratio IER, ekstraksi kesenjangan oleh kelompok elit, dan top income ratio TIR, perbedaan antara pemasukan mereka yang berpendapatan tertinggi dengan pendapatan subsisten. Tingkat kesenjangan karesidenan Indonesia pada 1924. Olahan penulis, Author provided no reuse Hasilnya, Batavia Jakarta, Surabaya, Priangan Jawa Barat, Semarang, Sumatera Timur Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat memiliki tingkat kesenjangan paling tinggi. Batavia, Surabaya, dan Semarang merupakan kota besar yang memiliki populasi Eropa yang tinggi dan tempat bermukim orang-orang terkaya dari ketiga etnis dominan. Sementara, tanam paksa kopi di Priangan menjadi akar tingginya kesenjangan di wilayah tersebut. Di Sumatera Timur, dominasi tanaman perkebunan dan penghasilan tenaga kerja tidak terampil yang rendah menjadi latar dari ketimpangan pendapatan. Tingkat kesenjangan yang rendah dapat ditemukan di Sumatera Barat, Jambi dan Rembang, dengan kesenjangan terkecil berada di Banten, Madura, Bali, dan Tapanuli. Rendahnya tingkat kesenjangan umumnya berada di karesidenan yang ekspansi ekspornya dilakukan oleh petani kecil seperti di Jambi dan Sumatera Barat alih-alih perkebunan besar milik Eropa, atau di wilayah yang rata-rata tingkat upahnya relatif rendah. Hal ini menunjukkan pentingnya dinamika pribumi dalam ekonomi berbasis ekspor, serta bagaimana wilayah yang berfokus pada budidaya tanaman pangan dan bukan pada tanaman komersil untuk ekspor memiliki tingkat pemasukan yang lebih merata. Bengkulu, Tapanuli, dan Bali – misalnya – hampir-hampir tidak memiliki ekspor. Pekerja kebun tebu di Sumatera Barat. Toeristenbond voor Nederland/Wikimedia, CC BY Perlu menjadi catatan bahwa tingkat kesenjangan yang rendah bisa jadi berkorelasi dengan rendahnya rata-rata tingkat pendapatan, imbas dari kondisi tanah yang tidak subur yang membuat ekonomi sulit berkembang. Hal ini terjadi di Banten dan Madura. Cerita novel Max Havelaar karya Multatuli, yang di dalamnya memuat ilustrasi bagaimana pejabat lokal di Banten merampas kerbau milik petani karena tak adanya hasil panen, bisa menjadi ilustrasi kondisi ini. Terakhir, perhitungan komponen pemasukan tertinggi TIR relatif kecil di Sulawesi, Tapanuli, dan Jambi – wilayah yang memiliki aktivitas ekonomi Eropa yang rendah. Bagaimana globalisasi berdampak pada kesenjangan di negara jajahan Studi terdahulu menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan di Indonesia melonjak ketika globalisasi merebak pada masa-masa damai menjelang Perang Dunia I. Saya mengkaji data-data primer yang menunjukkan nilai ekspor per kapita untuk melihat sejauh mana Hindia Belanda berinteraksi dengan pasar global. Selain itu, saya juga meninjau luasan tanah perkebunan estate dibanding dengan total area karesidenan, dengan menimbang bahwa moda produksi komoditas ekspor lewat sistem estate menimbulkan distribusi pendapatan yang tidak merata dibandingkan dengan produksi dari petani kecil. Perkebunan swasta yang dimiliki pemukim Eropa mulai bermunculan ketika Undang-Undang Pertanian diperkenalkan pada 1870. Sebelumnya, pemerintah Belanda memonopoli budidaya tanaman ekspor. Peraturan tersebut menggariskan bahwa sawah irigasi dimiliki rakyat. Namun, lahan kosong sisanya dimiliki oleh pemerintah kolonial dan dapat disewakan selama 75 tahun erfpacht pada bangsa Eropa yang kemudian menggunakannya untuk perkebunan tanaman komersial – dengan tetap mempertimbangkan hukum adat dan kepemilikan elit lokal untuk menghindari potensi pemberontakan. Pembukaan lahan perkebunan di Priangan. Tropenmuseum/Wikimedia, CC BY Dengan menghitung indeks kesenjangan dan membandingkannya dengan areal estate, saya menemukan bahwa semakin luas perkebunan semakin tinggi pula tingkat ketimpangan pendapatan. Hal ini tidak mengejutkan mengingat ekspor perkebunan merupakan sumber pemasukan utama pada penghujung era Hindia Belanda. Sebagian besar penghasilan dari usaha perkebunan ini diserap oleh pemilik estate dan manajemennya. Sementara, buruh kebun hanya menerima upah yang rendah. Belum lagi, sejumlah besar uang dari estate dikirim ke Belanda, dengan sejumput kecil pejabat Indonesia turut menikmati hasilnya. Saya menilik sampel dari 12 karesidenan yang memiliki cakupan pajak pendapatan yang tinggi untuk melihat bagaimana perubahan ekspor dan luasan estate mempengaruhi kesenjangan. Sampel ini melingkupi Bangka, Bengkulu, Belitung, Sumatera Barat, Lampung, Maluku, Palembang, Riau, Kelimantan Tenggara, Sumatera Timur, Jambi, dan Tapanuli. Hasilnya, tiap peningkatan 1% proporsi lahan dibanding total wilayah residensi, terdapat kenaikan yang cukup signifikan dalam poin indeks kesenjangan 3,7 untuk Gini dan 4,2 untuk Theil. Ringkasnya, perdagangan global mempengaruhi indeks kesenjangan, dan pengaruh antara estate dan ketimpangan pendapatan menunjukkan pentingnya mempelajari konteks institusional dalam perdagangan global. Read more Apakah dunia tengah menghadapi kemunduran globalisasi dan bersiap menyambut "gelombang kelima"? Apa yang bisa dipelajari dari penelitian ini? Dengan menggunakan empat patokan kesenjangan, kita dapat melihat tingkat ketimpangan berbeda secara ekstrem di berbagai wilayah di Nusantara. Wilayah miskin tanpa aktivitas ekspor seperti Banten dan Madura memiliki tingkat kesenjangan rendah pada dekade 1920-an. Tingkat kesenjangan di wilayah yang sedikit lebih kaya seperti Sumatera Barat dan Jambi, yang kegiatan ekspornya didominasi oleh petani kecil, masih relatif terkontrol. Sementara, area dengan pendapatan tinggi dengan aktivitas komersial berada di tangan bangsa Eropa – seperti Batavia, Surabaya, dan Semarang – memiliki tingkat kesenjangan yang sangat tinggi dengan rasio gini di atas 50 dari 100 poin. Data tersebut menunjukkan bahwa bahkan dalam satu koloni, tingkat kesenjangan bervariasi dan satu takaran ukur tidak akan cukup untuk membaca tren ketimpangan yang terjadi. Penting untuk melihat lebih dalam ke tingkat pemerintahan daerah dan bukan sekadar level kesenjangan di satu negara untuk bisa memahami tren dan faktor-faktor di balik ketimpangan pendapatan. Ketika ditarik ke level global, hal terpenting yang mempengaruhi kesenjangan bukanlah peningkatan aktivitas perdagangan lintas batas itu sendiri, namun bagaimana perdagangan ini diatur. Dan dalam konteks kolonial, hal ini bisa dilihat dari apakah perdagangan dikelola oleh perkebunan atau oleh petani kecil Mengevaluasi Penjajahan Pemerintahan Hindia Belanda Masa Pemerintahan Republik Bataaf Herman Williem Daendels Pemerintahan Herman Williem Daendels berlangsung dari tahun 1808 sampai tahun 1811. Memperkuat pertahanan dan juga memperbaiki administrasi pemerintahan, serta kehidupan sosial ekonomi di Nusantara khususnya di tanah Jawa. Daendels adalah kaum patriot dan liberal dari Belanda yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Revolusi Perancis. Daendels ingin menanamkan jiwa kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan di lingkungan masyarakat Hindia. ia ingin memberantas praktik-praktik feodalisme. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih dinamis dan produktif untuk kepentingan negeri induk Republik Bataaf. Daendels melakukan beberapa langkah strategis, terutama menyangkut bidang pertahanan-keamanan, administrasi pemerintahan, dan sosial ekonomi. Bidang pertahanan dan keamanan Memenuhi tugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris, Daendels melakukan langkah-langkah Membangun benteng-benteng pertahanan baru Membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon. Namun pembangunan pangkalan di Ujungkulon boleh dikatakan tidak berhasil Meningkatkan jumlah tentara, dengan mengambil orang-orang pribumi karena pada waktu pergi ke Nusantara, Daendels tidak membawa pasukan. Oleh karena itu, Daendels segera menambah jumlah pasukan yang diambil dari orang-orang pribumi, yakni dari orang menjadi orang Membangun jalan raya dari Anyer Jawa Barat, sekarang Provinsi Banten sampai Panarukan ujung timur Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur sepanjang kurang lebih km. Jalan ini sering dinamakan Jalan Daendels. Pelaksanaan program pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan tersebut telah merubah citra Daendels. Pada awalnya Daendels dikenal sebagai tokoh muda yang demokratis tetapi berubah menjadi seorang yang diktator. Daendels juga mengerahkan rakyat untuk kerja rodi. Dengan kerja rodi itu maka rakyat yang sudah jatuh miskin menjadi semakin menderita, apalagi kerja rodi dalam pembuatan pangkalan di Ujungkulon, karena lokasi yang begitu jauh, sulit dicapai dan penuh dengan sarang nyamuk malaria. Oleh karena itu, wajar kalau kemudian banyak rakyat Hindia yang jatuh sakit bahkan tidak sedikit yang meninggal. Bidang Pemerintahan Ia banyak melakukan campur tangan dan perubahan dalam tata cara dan adat istiadat di dalam kerajaan-kerajaan di Jawa. misalnya harus memberi hormat kepada raja, tidak boleh memakai payung emas, kemudian membuka topi dan harus duduk di kursi yang lebih rendah dari dampar kursi singgasana raja, Daendels tidak mau menjalani seremoni yang seperti itu. Ia harus pakai payung emas, duduk di kursi sama tinggi dengan raja, dan tidak perlu membuka topi. Para bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda dan diberi pangkat sesuai dengan ketentuan kepegawaian pemerintah Belanda. Mereka mendapat penghasilan dari tanah dan tenaga sesuai dengan hukum adat. Bidang Peradilan Daendels membentuk tiga jenis peradilan 1 peradilan untuk orang Eropa, 2 peradilan untuk orang-orang Timur Asing, dan 3 peradilan untuk orang-orang pribumi. Peradilan untuk kaum pribumi dibentuk di setiap prefektur, misalnya di Batavia, Surabaya, dan Semarang. Peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Pemberantasan korupsi diberlakukan terhadap siapa saja termasuk orang-orang Eropa, dan Timur Asing. Bidang sosial-ekonomi Daendels memaksakan berbagai perjanjian dengan penguasa Surakarta dan Yogyakarta yang intinya melakukan penggabungan banyak daerah ke dalam wilayah pemerintahan kolonial, misalnya daerah Cirebon Meningkatkan usaha pemasukan uang dengan cara pemungutan pajak Meningkatkan penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia Rakyat diharuskan melaksanakan penyerahan wajib hasil pertaniannya Melakukan penjualan tanah-tanah kepada pihak swasta Akhir pemerintahan Daendels Kekejaman dan kesewenang-wenangan Daendels menimbulkan kebencian di kalangan rakyat pribumi maupun orang-orang Eropa. Sikapnya yang otoriter terhadap raja-raja Banten, Yogyakarta, dan Cirebon menimbulkan pertentangan dan perlawanan. Penyelewengan dalam penjualan tanah kepada pihak swasta dan manipulasi penjualan Istana Bogor. Keburukan dalam sistem administrasi pemerintahan. Louis Napoleon sebagai Raja Belanda akhirnya menarik kembali Daendels dengan pertimbangan Daendels telah berbuat secara optimal di Indonesia. Penarikan Daendels ke Belanda disertai dengan pengangkatannya sebagai seorang panglima perang yang kemudian dikirim ke medan peperangan di Russia Pemerintahan Janssen 1811 Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke negerinya. Ia digantikan oleh Jan Willem dikenal seorang politikus berkebangsaan Janssen menjabat sebagai Gubernur Jenderal diTanjung Harapan Afrika Selatan tahun 1802-1806. Pada tahun 1806 itu Janssen terusir dari Tanjung Harapan karena daerah itu jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun 1810 Janssen diperintahkan pergi ke Jawa dan akhirnya menggantikan Daendels pada tahun 1811. Janssen mencoba memperbaiki keadaan yang telah ditinggalkan harus diingat bahwa beberapa daerah di Hindia sudah jatuh ketangan Inggris. Sementara itu penguasa Inggris di India, Lord Minto telah memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Pulau Penang untuk segera menguasai segera mempersiapkan armadanya untuk menyeberangi Laut Jawa. Pengalaman pahit Janssen saat terusir dari Tanjung Harapan pun terulang PadaTanggal 4 Agustus 1811 sebanyak 60 kapal Inggris di bawah komando Raffles telah muncul di perairan sekitar Batavia. Beberapa minggu berikutnya, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1811 Batavia jatuh ke tangan Inggris. Janssen berusaha menyingkir ke Semarang bergabung dengan Legiun Mangkunegara dan prajurit-prajurit dari Yogyakarta serta Surakarta. Namun pasukan Inggris lebih kuat sehingga berhasil memukul mundur Janssen beserta pasukannya. Janssen kemudian mundur ke Salatiga dan akhirnya menyerah di Tuntang. Penyerahan Janssen secara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811. - Sebuah koloni, menurut pemikiran para penakluk dan pedagang asal Eropa abad ke-16 dan 17, adalah wilayah yang seharusnya menghasilkan keuntungan. Demikian tulis Bartholomew Landheer dalam "The Netherlands East Indies Come of Age" Netherlands Information Bureau, 1942. VOC alias Kompeni yang didirikan pada 1602, menjalankan betul pendapat ini. Mereka imbuh Landheer, menjadi simbol semangat komersial, dorongan kewirausahaan, dan keberanian untuk mengarungi lautan ala Belanda dalam menghasilkan keuntungan dari koloninya Hindia di Timur Jauh ini membuat Belanda terbebas dari cap buruk yang digaungkan orang-orang Portugis, yakni “isla inutiles” atau “tanah tak berguna”. Pendapatan VOC dari Hindia Belanda menurut perkiraan Oscar Gelderblom dalam "The Formative Years of the Modern Corporation" The Journal of Economic History, Vol. 73 2013 mencapai 4 juta gulden saban tahunnya, setara dengan $240 juta atau Rp3,6 triliun dengan kurs saat Kompeni memberikan uang melimpah kepada Belanda terjadi karena perusahaan ini tak dijalankan selayaknya perusahaan pada merujuk penuturan Gelderblom, Cornelis de Houtman berangkat ke Nusantara pada 1595, dan kembali dua tahun kemudian dengan tangan hampa karena pendapatan yang diperolehnya tak sebanding dengan biaya bakal Kompeni melanjutkan estafet pada 1598 dengan terlebih dulu melakukan revolusi, yakni memperkenalkan sistem "beperkte aansprakelijkheid" alias tanggung jawab terbatas untuk para investornya, yang memastikan pemberi modal tak merugi melebihi modal yang disetorkan jika ekspedisi tak membuahkan hasil. Dan untuk memastikan perusahaan rintisan ini menjadi Kompeni yang mendulang hasil manis, Belanda memberikan keistimewaan berupa “staatsbedrijf” alias kemampuan untuk bertindak selayaknya negara. VOC berhak membentuk kekuatan militer, melakukan perjanjian dengan negara lain, menyatakan perang, dan menerbitkan mata uang untuk melakukan monopoli Belanda menciptakan negara berkedok perusahaan atau negara dalam negara-meminjam frasa yang dilontarkan Simon Schama dalam The Embarrassment of Riches 1987, menghasilkan “kekayaan yang memalukan.”Memalukan karena dengan membuat Kompeni yang memiliki kekuasaan selayaknya negara, Belanda tak menganggap penduduk pribumi Hindia Belanda sebagai manusia alias hanya objek milik perusahaan. Praktik mengeruk kekayaan tak berperikemanusiaan ini, seabad selepas Kompeni didirikan, ditentang sebagian masyarakat Belanda. Pencerahan dan Ide Persemakmuran Belanda Dalam "Indonesia and the Origins of Dutch Colonial Sovereignty" The Far Eastern Quarterly, Vol. 10 1951, Justus M. van der Kroef menyebut munculnya tentangan terhadap Kompeni, dalam konteks berperilaku selayaknya negara, merupakan buah dari menggemanya konsep "kedaulatan nasional" di Eropa sejak abad ke-18 sebagai residu dari Revolusi Prancis dengan semangat ini mendorong pelbagai negara di Eropa berlomba-lomba melakukan perubahan dengan mulai menjunjung tinggi hak-hak individu dan melakukan reformasi pemerintahan. Namun, di saat yang sama, perusahaan mereka di negeri-negeri jauh seperti VOC Belanda dan British East India Company Inggris tak perusahaan-perusahaan tersebut dianggap tak mencerminkan jatidiri Eropa pasca Revolusi Prancis. Hal ini ditentang khususnya oleh intelektual Prancis bernama L'Abbe Guillaume T. Raynal lewat publikasinya pada 1770-an berjudul “Histoire Philosophique et Politique des Etablissements et du Commerce des Européens dans les deux Indes”. L'Abbe Guillaume T. Raynal menyebut Belanda sebagai "negeri munafik karena meskipun telah menghapus praktik korupsi di dalam negeri, tetap mempertahankan praktik bejat ini di koloninya lewat Kompeni.” Padahal, tegas Raynal, “hak alamiah orang-orang Eropa juga seharusnya berlaku bagi 'orang biadab yang mulia' noble savage di Afrika dan Asia.” Sementara dalam buku berjudul Consideration on Indian Affair 1772, cendekiawan Inggris bernama William Bolts, menyatakan kehadiran perusahaan seperti Kompeni dan EIC “melecehkan kedaulatan suatu negara Eropa karena pemberian 'kedaulatan' terhadap mereka perusahaan, membuat sekelompok pedagang memiliki kekuasaan yang tak seharusnya mereka miliki [...] Padahal, secara alamiah manusia merupakan subjek hukum dari negara/kerajaan, bukan perusahaan.” Dua publikasi ini, menurut van der Kroef “sukses mengguncang Eropa.”Ditulis orang Prancis dan Inggris dalam bahasa mereka masing-masing, awalnya dua publikasi ini tak terdengar para pejabat Belanda. Namun, setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh penerbit lokal bernama Gosse, karya Raynal dan Bolts akhirnya terdengar juga di Belanda. Hal ini kemudian mendorong munculnya diskursus tentang pembubaran Kompeni dan perusahaan asal Eropa sejenis. Terlebih, berbarengan dengan kemunculan pencerahan ini, perusahaan-perusahaan tersebut kian terjerembab dalam pusaran korupsi. Masalah kritis ini menurut Edmund Burke dalam “The Cambridge History of British Empire,” timbul karena status "negara dalam negara" menyulitkan pemerintah yang paling bijak dan jujur sekalipun untuk memperbaiki penyalahgunaan kekuasaan yang didelegasikan dari jarak jauh."Pejabat-pejabat EIC dan Kompeni menghasilkan kekayaan yang tak terukur dan mereka dilindungi oleh kekuatan dari kekayaan yang diperoleh secara buruk itu,” imbuhnya. Karena Pemerintah Belanda dan Kompeni dikendalikan oleh orang-orang yang sama, yakni oligarki pedagang, maka munculnya diskursus tentang pembubaran Kompeni awalnya tak diindahkan. Alasannya, tersirat dalam sebuah ungkapan Belanda "Indie Verloren, Rampspoed Geboren” Hindia Hilang, Kesengsaraan Datang, Kompeni dengan kuasa ala negaranya atas Hindia Belanda keburu bertransformasi menjadi sokoguru ekonomi Belanda. Para pejabat Pemerintah Belanda dan Kompeni lebih menghendaki pemberian "redelijke beschaving" atau "peradaban yang masuk akal" kepada Hindia Belanda, alih-alih membubarkan tiga dekade sebelum abad ke-18 berakhir, Belanda kemudian menghendaki “Netherlands Commonwealth”, yakni memberikan sedikit kekuasaan pada Hindia Belanda untuk mengurusi dirinya sendiri sambil mengizinkan Kompeni tetap menjalankan aktivitasnya di Hindia Belanda dengan kekuasaan yang ini tak begitu saja dijalankan Belanda. Pasalnya, Prancis dan Inggris telah melakukannya terlebih dulu dan berakibat buruk. Dalam menjalankan semangat pencerahan bagi koloninya, Prancis dan Inggris menerima dua hasil berbeda. Bagi Inggris, setelah EIC berada di bawah pengawasan Kementerian Perdagangan dan Pemerintah Tertinggi di Kalkuta British Raj, pencerahan ini membuat EIC tidak terlalu pencerahan yang dihadirkan Prancis untuk koloninya, khususnya di San Doming Santo Domingo, membuat populasi Negro di bawah kekuasan Toussaint I’Ouverture alias “Napoleon Hitam”, memberontak dan memutuskan semua hubungan dengan Prancis. Infografik Mozaik Netherlands Commonwealth. yang dialami Inggris dan Prancis tentu tak dikehendaki Belanda. Terlebih, tulis van der Kroef dalam "Indonesia and the Origins of Dutch Colonial Sovereignty" The Far Eastern Quarterly, Vol. 10 1951, tak seperti Inggris, dalam tubuh Belanda tak ada persatuan dan kepedulian terhadap kepentingan nasional, sehingga pencerahan untuk Hindia Belanda hanya jadi omong setelah Inggris mengakui kemerdekaan Amerika Serikat pada 1783 lewat Perjanjian Paris, serta kian terpuruknya Kompeni dalam lingkaran korupsi, Belanda akhirnya melakukan pencerahan di Hindia Belanda. Mereka mengeluarkan perintah atas nama Pemerintah Provinsi Holland provinsi yang memiliki saham terbesar di Kompeni yang mengharuskan direktur Kompeni memberikan informasi aktivitas perusahaannya. Sialnya, perintah ini diterbitkan secara rahasia, hanya diketahui Pemerintah Provinsi Holland dan direktur Kompeni, tanpa melibatkan pemilik saham lain-pemerintah provinsi lain dan bahkan pemerintah pusat. Ini dilakukan karena Pemerintah Provinsi Holland masih waswas usahanya mengendalikan Kompeni berbuah malapetaka "Indie Verloren, Rampspoed Geboren” Hindia Hilang, Kesengsaraan Datang.Namun, karena korupsi di Kompeni kian tak tertolong, 13 tahun kemudian perintah tersebut diketahui pemilik kepentingan lain di Kompeni. Dimulai dengan investigasi yang dilakukan sejak 15 Juni 1795 terhadap Kompeni yang menyatakan bahwa "Kompeni bobrok", maka pada 24 Desember 1795 Kompeni akhirnya saat itu, hingga Kompeni benar-benar bubar pada 31 Desember 1799, kekuasaan terbatas dalam memerintah diberikan Belanda kepada Hindia Belanda. Seturut laporan Dirk van Hogendorp berjudul "Berigt" pada 1799, pemberian kekuasaan terbatas ini-seperti yang dilakukan Inggris terhadap koloninya-semata-mata untuk mengeruk keuntungan dari Hindia Belanda yang lebih besar dibandingkan yang pernah diberikan Kompeni. "Orang Inggris, karena administrasi mereka lebih baik dan memberikan kepemilikan tanah kepada penduduk pribumi, membuat koloni mereka jauh menguntungkan dibandingkan sebelumnya era EIC [...] Terjadi karena dengan membebaskan mereka, kepentingan komersial menjadi lebih terukur,” kekuasaan beralih dari Kompeni ke tangan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, pendapatan yang diperoleh Belanda atas tanah jajahannya itu tak terlalu jauh dari prediksi laporan Dirk van Hogendorp. Di sisi lain, semangat pencerahan ini menciptakan mimpi buruk bagi Belanda karena kemudian melahirkan semangat nasionalisme kaum pribumi. Semangat ini, merujuk studi yang dilakukan Homer G. Angelo dalam "Transfer of Sovereignty Over Indonesia", misalnya, sebelumnya tak pernah ada secara alamiah di dalam pribadi-pribadi pribumi Hindia Belanda. - Sosial Budaya Penulis Ahmad ZaenudinEditor Irfan Teguh Pribadi

mengevaluasi penjajahan pemerintah hindia belanda